LAPORAN
PRAKTIKUM
BIOTEKNOLOGI
PERTANIAN
PENGOMPOSAN
DENGAN LEGUMINOSA DAN UJI KECAMBAH
Jajang Nurzaman
05121407004
PROGRAM STUDI
AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2014
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Leguminosa
adalah tanaman berdaun lebar yang dapat merubah nitrogen dari udara menjadi
protein, melalui suatu simbiosis dengan bakteri Rhizobium yang hidup
dalam bintil-bintil akarnya. Sebagai penukarnya, leguminosa menyediakan energi
yang dibutuhkan bakteri tersebut untuk mengikat nitrogen. Kehilangan energi ini
merupakan salah satu alasan mengapa tanaman leguminosa tidak dapat menghasilkan
daun sebanyak rumput, tetapi nilai gizinya lebih tinggi.
Pertanian
organik menjadi hal yang saat sedang dikembangkan dengan pesat. Hal ini
dilatarbelakangi dengan masalah dimana semakin jenuhnya pemberian pupuk yang
berasal dari industri. Tanah semakin kering, semakin miskin kandungan hara
organik yang pada akhirnya merugikan petani dan pertanian saat ini.Atas dasar
itulah diperlukan upaya dalam peningkatan kebutuhan bahan organik bagi tanaman.
Salah satunya adalah dengan memanfaatkan sisa-sisa bahan organik unuk diolah
menjadi kompos.
Kompos
merupakan hasil dari pelapukan bahan-bahan berupa dedaunan, jerami, kotoran
hewan, sampah kota dan sebagainya. Proses pelapukan bahan-bahan tersebut dapat
dipercepat melalui bantuan manusia. Secara garis besar membuat kompos berarti
merangsang pertumbuhan bakteri (mikroorganisme) untuk menghancurkan atau
menguraikan bahan-bahan yang dikomposkan sehingga terurai menjadi senyawa lain.
Proses yang terjadi adalah dekomposisi, yaitu menghancurkan ikatan organik
molekul besar menjadi molekul yang lebih kecil, mengeluarkan ikatan
CO2 dan H2O serta penguraian lanjutan yaitu transformasi ke dalam mineral
atau dari ikatan organik menjadi anorganik. Proses penguraian tersebut mengubah
unsur hara yang terikat dalam senyawa organik yang sukar larut menjadi senyawa
organik yang larut sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Membuat
kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat
terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang
seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator
pengomposan.
Karakteristik
umum yang dimiliki kompos antara lain : mengandung unsur hara dalam jenis dan
jumlah yang bervariasi tergantung bahan asal, menyediakan unsur secara lambat
(slow release) dan dalam jumlah terbatas dan mempunyai fungsi utama memperbaiki
kesuburan dan kesehatan tanah. Kehadiran kompos pada tanah menjadi daya tarik
bagi mikroorganisme untuk melakukan aktivitas pada tanah dan, meningkatkan
meningkatkan kapasitas tukar kation. Hal yang terpenting adalah kompos justru
memperbaiki sifat tanah dan lingkungan.
B.
Tujuan
Tujuan
dari praktikum ini ialah untuk menentukan tempat yang bagus untuk perkecambahan
kacang hijau serta mendapatkan kompos yang baik untuk media perkecambah.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
kompos
merupakan hasil dari pelapukan bahan-bahan berupa daun-daunan, jerami,
aalng-alang, rumput, kotoran hewan, sampah kota dan lain sebagainya yang proses
pelapukannya bisa dipercepat lewat bantuan manusia sedangkan menurut Sutedjo
(2002), kompos merupakan zat akhir suatu proses fermentasi, tumpukan sampah/
seresah tanaman dan ada kalanya pula termasuk bingkai binatang. Sesuai dengan
humifikasi fermentas suatu pemupukan, dirincikan oleh hasil bagi C/N yang
menurun. Perkembangan mikrobia memerlukan waktu agar tercapai suatu keadaan
fermentasi yang optimal. Pada kegiatan mempercepat proses dipakai
aktifator, baik dalam jumlah sedikit ataupun banyak, yaitu bahan dengan
perkembangan mikrobia dengan fermentasi maksimum. Aktifator misalnya: kotoran
hewan. Akhir fermentasi untuk C/N kompos 15 – 17.
Kompos
adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan - bahan
organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam
mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau
anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003).
Di
lingkungan alam terbuka, kompos bisa terjadi dengan sendirinya lewat proses
alami, rumput, daun-daunan, dan kotoran hewan. Serta sampah lainnya, tetapi
untuk menunggu kompos yang berkualitas baik, memerlukan waktu terlalu lama
(Murbandono, 1998). Keberlangsungan proses dekomposisi ditandai dengan nisbah
C/N bahan yang menurun sejalan dengan waktu. Bahan mentah yang biasa digunakan
seperti : daun, sampah dapur, sampah kota dan lain-lain dan pada umumnya
mempunyai nisbah C/N yang melebihi 30 (Sutedjo, 2002). Bahan baku pengomposan
adalah semua material organik yang mengandung karbon dan nitrogen, seperti
kotoran hewan, sampah hijau, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri
pertanian (Isroi, 2008) sehingga dengan demikian, kompos merupakan sumber bahan
organik dan nutrisi tanaman. Kemungkinan bahan dasar kompos mengandung selulosa
15-60%, enzi hemiselulosa 10-30%, lignin 5-30%, protein 5-30%, bahan mineral
(abu) 3-5%, di samping itu terdapat bahan larut air panas dan dingin (gula,
pati, asam amino, urea, garam amonium) sebanyak 2-30% dan 1-15% lemak larut
eter dan alkohol, minyak dan lilin (Sutanto, 2002). Untuk menurunkan rasio C/N
diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik
(Toharisman, 1991) atau dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan
mengandung banyak senyawa nitrogen.
Kompos
diketahui mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Kompos
mengandung hara makro dan mikro namun secara umum kadarnya rendah bergantung
dari jenis bahan organiknya, Oleh karena itu diperlukan sumber hara lain yang
berkadar hara tinggi yang dapat meningkatkan kadar hara kompos. Kompos akan
meningkatkan kesuburan tanah, merangsang perakaran yang sehat. Kompos
memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah
dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah.
Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan
penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur
hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan
tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman
menghadapi serangan penyakit. lewat proses alamiah. Namun proses tersebut
berlangsung lama sekali padahal kebutuhan akan tanah yang subur sudah mendesak.
Oleh karenanya proses tersebut perlu dipercepat dengan bantuan manusia. Dengan
cara yang baik, proses mempercepat pembuatan kompos berlangsung wajar sehingga
bisa diperoleh kompos yang berkualitas baik (Murbandono, 2000). Pengomposan
adalah proses dekomposisi terkendali secara biologis terhadap limbah padat
organik diubah menyerupai tanah seperti halnya humus atau mulsa. Kompos
telah dipergunakan secara meluas selama ratusan tahun dalam menangani limbah
pertanian sekaligus sebagai pupuk alami tanaman (Hadiwiyoto,1983).
Proses
pengomposan melalui 3 tahapan dan proses perombakan bahan organik secara alami
membutuhkan waktu yang relatif (3-4 bulan), mikroorganisme umumnya berumur
pendek. Sel yang mati akan oleh populasi organisme lainnya untuk dijadikan
substrat yang lebih cocok dari pada residu tanaman itu sendiri. Secara
keseluruhan proses dekomposisi umumnya meliputi spektrum yang luas dari
mikroorganisme yang memanfaatkan substrat tersebut, yang dibedakan atas jenis
enzim yang dihasilkannya (Saraswati, dkk, 2006). Kompos dikatakan bagus
dan siap digunakan jika tingkat kematangannya sempurna. Kompos yang baik dapat
dikenali dengan memperhatikan bentuk fisiknya, jika diraba, suhu tumpukan bahan
yang dikomposkan sudah dingin, mendekati suhu ruang, tidak mengeluarkan bau
busuk, bentuk fisiknya sudah menyerupai tanah yang berwarna hitam.
III.
PELAKSANAAN
PRAKTIKUM
I.
Tempat dan Waktu
Adapun
tempat pelaksanaan praktikum pengomposan dan perkecambahan kacang hijau ini
dilaksanakan di palembang, jln Tanjung Rawo, lorongpos no 44 Bukit lama.
Waktu pelaksanaan
prektikum pengomposan dan perkecambahan ini di pada hari kamis 27 febuari 2014.
II.
Alat dan Bahan
Adapun
alat yang digunakan dalam praktikum pengomposan dan perkecambahan kacang hijau
ini ialah pisau atau parang, spidol, kertas label, plastik, karet gelang, botol
mineral dan gunting.
Sedangkan
bahan yang digunakan dalam praktikum pengomposan dan perkecambahan kacang hijau
ini ialah tanaman kacang-kacangan, air dan benih kacang hijau.
III.
Cara kerja
a.
Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b.
Ada dua perlakuan
dengan perbedaan lingkungan yaitu aerob dan anerob serta ada tanaman legum yang dicacah dan
tidak dicacah.
c. Setelah perlakuan
tersebut telah selesai maka masukan bahan bahan yang akan di jadikan kompos ke
dalam plastik 5 Kg, untuk perlakuan aerob tanpa dikasih air,sedangkan untuk
perlakuan Anaerob dikasih air
d. Amatilah
perubahan perubahan yang terjadi pada kompos. Setelah seminggu maka dilakukan
pengujian kecambah.
e.
Ke empat kompos
tersebut akan dijadikan sebagai media untuk tanaman kacang hijau. Kompos
tersebut diletakkan di aqua gelas.
f.
Kemudian lakukan pengamatan secaratur.
g.
Dan tambah ditambah satu perlakuan lagi yaitu dengan mengunakan
kapas lembab sebagai pengontrol uji daya kecambah.
h.
Tulis laporan dari percobaan yang telah dilakukan.
IV.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
A.
HASIL
Tabel 1. Hasil uji kecambah
Percobaan
|
Jumlah
benih
|
perkecambahan
|
Persentase
perkecambahan
|
Aerob
cacah
|
10
|
5
|
50%
|
Aerob
utuh
|
10
|
3
|
30%
|
Anaerob
cacah
|
10
|
10
|
100%
|
Anaerob
utuh
|
10
|
8
|
80%
|
Kapas
lembab
|
10
|
7
|
70%
|
Tabel 2. Pembuatan kompos leguminosa
Perlakuan
|
Hari ke-1
|
Hari ke- 4
|
Hari ke-6
|
||||||
Aerob cacah
|
|
|
|
||||||
Aerob utuh
|
|
|
|
||||||
Anaerob cacah
|
|
|
|
||||||
Anaerob utuh
|
|
|
|
B.
Pembahasan
Adapun
hasil yang didapatkan dalam praktikum pengomposan dan uji kecambah benih kacang
hijau di tempat yang menggunakan kacang-kacangan atau leguminosa yang
diperlakukan dengan berbeda-beda yaitu dengan perlakuan anaerob cacah, anaerob
utuh, aerob cacah, aerob utuh, dan dengan perkecambahan menggunakan kapas maka
didapatkan hasil yang berbeda-beda dari setiap perlakuan tersebut.
Pada
perlakuan aerob cacah didapatkan bahwa pada perlakuan ini tidak menunjukan
secar siknivikan atau perubahanya tidak begitu trlihat namun saat uji daya
kecambah, benih yang mulanya diletakkan sebanyak 10 benih namun yang tumbuh
hanya 5biji benih kacang hijau, sedangkan pada perlakuan aerob utuh kompos yang
di dapatkan yaitu bahwa perbuhan juga tidak begitu terlihat, akan tetapi benih
yang mulanya diletakan 10 benih hanya di dapatkan 3 benih yang berkecambah itu
artinya pada perlakuan ini kurang bagus untuk media perkecambahan kacang hiaju.
pada
perlakuan anaerob cacah kompos yang didapatkan yaitu komposnya berkembang dari
yang awalnya tidak busuk, namun setelah di biarkan dan daadakan pengamatan
perubahannya sangat berubah dari awl mulanya, dan padasaat dilakukan ujidaya
perkecambahan kacang hiau yang mulanya diletakan 10 benih kacang hiaju dan yang
berkecambah pada media ini yaitu 10 benih, ini berari uji daya perkecambahanya
berhasil dengan media anaerob cacah yang menunjukan bahwa benih yang diletakan
pada awal tumbuh semua (berkecambah). Namun pada perlakuan anaerob utuh kompos
yang didapatkan yaitu bahwa komposnya hampir sama dengan yang anaerob cacah
perbedaanya yaitu pada baunya yang tidak terlalu busuk, dan dilakukan uji daya
kecambah dengan mula benih awal 10 benih yang dapat tumbuh pada media ini yaitu
hanya sebanyak 8 benih, hal ini menunjukan bahwa pada perlakuan anaerob utuh
tidak terlalu bagus dibandingkan dengan anaerob cacah.
Pada
perlakuan menggunakan kapas lembab didapatkan bahwa yang awalnya menggunakan 10
benih kacang hijau didapatkan yang berkecambah hanya sebanyak 7 benih kacang
hijau hal ini menujukan perbedaan hasil yang didapatkan dari tiap-tiap
perlakuan hal ini berarti pada media kapas lembab ini kurang bagus dibandingkan
dengan menggunakan anaerob cacah.
Maka
dari percobaan yang telah dilakukan dari uji daya perkecambahan ini dari media
yang berbeda-beda dapat dilihat bahwa pada media aerob utuh kurang bagus untuk uji daya
perkecambahan karena dari percobaan yang telah didapatkan hanya 3 benih yang
tumbuh. Sedangkan hasil yang menujukan uji daya kecambah yang bagus ditunjukan
pada perlakuan anaerb cacah yang awalnya menggunakan 10 benih kacang hijau juga
yang tumbuh sebanyak itu pula hal ini terjadi demikian karena keadaan media
yang banyak mengandung air dan nitrogen yang telah ada pada tanaman
kacang-kacangan atau leguminosa. Sedangkan pada perlakuan yang lain juga
didapatka perkesambahan yang kurang bagus karena masih ada benih yang belum
tumbuh pada perlakuan tersebut maka dianjurkan hendaknya mengunakan media
anaerob cacah dengan tanaman kacang-kacangan atau leguminosa.
V.
KESIMPULAN DAN
SARAN
A.
Kesimpulan
1. Leguminosae adalah adalah tanaman berdaun lebar yang dapat merubah
nitrogen dari udara menjadi protein.
2. Kompos merupakan hasil dari pelapukan bahan-bahan berupa dedaunan,
jerami, kotoran hewan, sampah kota dan sebagainya
3. Di lingkungan alam terbuka, kompos bisa terjadi dengan sendirinya
lewat proses alami, rumput, daun-daunan, dan kotoran hewan
4. Hasil pengamatan yang bagus adalah pada uji kecambah dengan media
anaerob cacah (leguminosae). Dengan persentase 100%
5. Kacang hijau mudah berkecambah pada kodisi atau pada tempat yang
lembab (basah).
B.
Saran
Adapun saran dalam percobaan
perkecambahan kacang hijau ini dengan mengunakan kompos yang dibuat dari
tanaman kacang-kacangan ini ialah hendaknya para peneliti lebih teliti dalam mencatat
pengamat yang telah dilakukan dan menyiapkan bahan dan alat yang akan digunakan
dalam percobaan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2004. Spesifikasi Kompos
dari Sampah Organik Domestik. SNI 19- 7030- 2004
Crawford. J.H. 2003 . Composting of Agricultural Waste
in Biotechnology Applications and Research, Paul N, Cheremisinoff and R.
P.Ouellette (ed). p. 6877.
Isroi. 2008. KOMPOS. Makalah. Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia, Bogor
Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik: Menuju Pertanian
Alternatif dan Berkelanjutan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Simamora, Suhut & Salundik, 2006. Meningkatkan Kualitas
Kompos. Meningkatkan Kualitas Kompos. Kiat Menggatasi Permasalahan Praktis.
Agromedia Pustaka.